Sebanyak delapan putra-putri Gayo yang
berasal dari 3 (tiga) kabupaten Tanoh Gayo, Bener Meriah, Aceh Tengah
dan Gayo Lues berhasil memperoleh beasiswa penuh dari Pemerintah Aceh
untuk melanjutkan studi S2 dan S3 di Universiti Utara Malaysia (UUM).
Kedelapan orang tersebut diantaranya
Sabela Gayo (Bener Meriah) untuk program S3 (PhD) jurusan planning and
development, Sahlan Syuhada Lingga (Bener Meriah) untuk program S3 (PhD
jurusan planning and development, Ida Sosiawani (Bener Meriah) untuk
program S3 (PhD) jurusan planning and development, Qadarsih (Bener
Meriah) untuk program S2 (master) jurusan project planner, Win Alfiandi
Alyonner (Aceh Tengah) untuk program S2 (master) jurusan project
planner, Hadi Hidayat (Aceh Tengah) untuk program S2 (master) jurusan
project planner, Muhammad Isnan Amin (Gayo Lues) untuk program S2
(master) jurusan project planner dan Rayhan Putri Agustina (Gayo Lues)
untuk program S2 (master) jurusan project planner.
Program beasiswa tersebut merupakan
program yang dirancang khusus antara Pemerintah Aceh dengan Universiti
Utara Malaysia (UUM) untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia Aceh
khususnya di 3 (tiga) kabupaten/kota terkait dengan tenaga perencana dan
pembangunan. Proses perencanaan merupakan suatu aspek penting dalam
kegiatan pembangunan karena di tahap perencanaan dapat dilihat dengan
jelas arah, tujuan dan sasaran pembangunan yang akan, dan, atau sedang
dijalankan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Jika perencanaannya
matang dan komprehensif serta disusun dengan menggunanakan prinsip
keterlibatan masyarakat maka proses pelaksanaan pembangunan akan
tercapai.
Ada sekitar 38 orang yang terpilih dalam
program beasiswa khusus Pemerintah Aceh tersebut yang berasal dari
berbagai kabupaten/kota se-Aceh yaitu; Banda Aceh, Sabang, Simeulue,
Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tamiang, Bener Meriah, Aceh Tengah, dan
Gayo Lues. Menurut pihak Komisi Beasiswa Aceh (KBA) program ini
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan perencanaan kabupaten/kota dan
propinsi terkait dengan proses implementasi pembangunan di Aceh. Program
tersebut diharapkan akan menghasilkan tenaga-tenaga ahli dibidang
perencanaan yang dapat membantu proses pembangunan di Aceh menuju konsep
Aceh baru 2025.
Komisi Beasiswa Aceh (KBA) telah
mengirimkan ± 3.000 pemuda/i Aceh ku Luar Negeri dalam kurun waktu 4
(tahun) belakangan ini khususnya pasca penandatanganan MoU Helsinki.
Menurut KBA, hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan sumber daya
manusia Aceh dalam menyongsong era globalisasi dan perdagangan bebas
2020. Pemuda/i Aceh yang memperoleh beasiswa dari KBA tersebar di
berbagai negara seperti; Malaysia, Singapore, Taiwan, Australia,
Inggris, Belanda, Amerika Serikat, dan Mesir. Ke depan akan ada program
khusus antara KBA dan India, KBA dan Finlandia terkait dengan program
beasiswa. Saat ini ada sekitar 20 (dua puluh) orang yang sedang
mengikuti pelatihan bahasa Inggris untuk program beasiswa khusus ke
Amerika Serikat dan sekitar 20 (dua puluh) orang yang sedang mengikuti
program pelatihan bahasa inggris untuk program pilot.
Universiti Utara Malaysia (UUM) adalah
sebuah Universitas yang digagas oleh mantan Perdana Menteri Malaysia Tun
Mahathir Muhammad. Tujuan didirikannya Universitas tersebut adalah
untuk menjadi pusat pengembangan berbagai disiplin ilmu di Malaysia.
Kampus UUM terdiri dari 3 (tiga) college utama yaitu College of Art and
Human Sciences (CAS), College of Business (COB) dan College of Law,
Government and International Studies (COLGIS). Kampus UUM merupakan
kampus yang terbesar dan terluas di Malaysia dengan lahan universitas
seluas ± 2.000 hektar, dilengkapi dengan berbagai fasilitas asrama,
supermarket, restaurant, unit-unit olahraga dan seni. UUM merupakan
satu-satunya universitas di Malaysia yang memiliki Perpustakaan terbesar
di Asia Tenggara, sehingga menjadikan UUM sebagai tempat yang cocok
untuk melakukan kegiatan pembelajaran dan riset.
Menurut Prof Noor Azizi Bin Ismail
(Direktur program pasca sarjana Universiti Utara Malaysia), Universiti
Utara Malaysia (UUM) adalah universitas terbaik di Malaysia dalam hal
ilmu manajemen, perencanaan dan islamic finance, human resources dan
bisnis. Menurut beliau sampai hari ini ada sekitar 3,000 mahasiswa S2/S3
dari berbagai negara dunia khususnya Timur Tengah yang sedang belajar
ilmu manajemen, perencanaan bisnis, human resources dan islamic finance
di College of Business Universiti Utara Malaysia.
Para peserta program beasiswa khusus ini
diharapkan dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan yaitu 15 (lima belas) bulan untuk program S2 dan 36 (tiga
puluh enam) bulan untuk program S3. hal ini disebabkan karena dana yang
dialokasikan oleh Komisi Beasiswa Aceh sangat terbatas dan kebutuhan
Aceh akan tenaga-tenaga ahli di bidang perencana sangat mendesak
khususnya bagi kabupaten-kabupaten terpencil di pedalaman Aceh. Penerima
beasiswa juga akan diberikan pelatihan bahasa Inggris secara intensif
selama 3 (tiga) bulan di Malaysia dan juga selama studi akan dibekali
dengan ilmu-ilmu tambahan yang dapat menunjang kemampuan perencanaannya
yaitu ilmu statistik pembangunan. Bahkan menurut Prof Noor Azizi bin
Ismail, UUM telah menyiapkan program magang khusus bagi para penerima
beasiswa ke berbagai lembaga/institusi/badan pemerintah yang ada di
seluruh Malaysia agar para mahasiswa S2/S3 memperoleh pengalaman
langsung dan nyata terkait dengan praktik perencanaan dan pembangunan
yang dilaksanakan oleh pemerintah Malaysia.
Khusus terkait dengan persentase
penerima beasiswa KBA, Ikatan Pemuda Gayo (IPEGA) sebagai salah satu
organisasi kepemudaan asal Gayo pernah mempertanyakan kepada salah
seorang pegawai KBA yang bernama Nazar yaitu, dari sekitar 3.000
pemuda/i Aceh yang sudah dikirimkan oleh KBA ke Luar Negeri berapa orang
yang berasal dari Gayo?, pertanyaan tersebut diajukan karena IPEGA
ingin mengetahui berapa persentase ”orang gayo” yang telah menerima
beasiswa dari KBA dalam kurun waktu 4 tahun ini. Tetapi sampai hari ini
saudara Nazar tersebut tidak pernah merespon pertanyaan yang diajukan
oleh IPEGA dengan alasan ”datanya belum ada dan sulit untuk mengidentifikasi para penerima beasiswa berdasarkan asal daerahnya”.
Sehingga jawaban tersebut semakin memperkuat asumsi IPEGA bahwa dari
3.000 penerima beasiswa, persentase ”orang Gayo” yang menerima beasiswa
KBA sangat rendah sekali.
Jika penerima beasiswa KBA asal Gayo sangat rendah persentasenya maka hal ini merupakan mimpi buruk
bagi rakyat Gayo karena sumber daya manusia akan semakin terpuruk dan
tertinggal dengan daerah-daerah lainnya dipesisir Timur Aceh, padahal
Tanoh Gayo dan daerah-daerah pesisir Aceh lainnya telah mengalami
penderitaan yang sama semasa konflik yaitu sama-sama sumber daya
manusianya terpuruk dan tertinggal dibandingkan dengan propinsi-propinsi
lain di Indonesia tetapi mengapa pada saat telah ada perdamaian dan
tersedia dana otonomi khusus yang kemudian digunakan untuk menyediakan
beasiswa justru masih terjadi ketidakdilan. Seharusnya yang terjadi
adalah dari 3.000 penerima beasiswa KBA maka jika dibagi secara adil
sesuai dengan konsep Aceh Lhee Sagoe (Acih Tulu Sagi) masing-masing sagi akan
memperoleh kuota yang sama/hampir sama yaitu Pesisir Timur Aceh ± 1000
orang penerima beasiswa, Tanoh Gayo ± 1000 orang penerima beasiswa dan
Pesisir Barat Aceh ± 1000 orang penerima beasiswa. Dan ketika semua
penerima beasiswa tersebut telah menyelesaikan studinya di masing-masing
negara tujuannya dan kemudian kembali ke daerahnya masing-masing di
Aceh maka tiap-tiap sagi akan memiliki sumber daya manusia yang
sama/hampir sama.tetapi pada kenyataannya, apa yang seharusnya
diharapkan terjadi tidak demikian adanya sehingga kenyataan di lapangan
yang ada hari ini adalah persentase penerima beasiswa asal Gayo dari
3.000 orang yang telah menerima beasiswa tersebut sangat rendah sekali
dan hal ini sekali lagi merupakan mimpi buruk bagi masa depan sumber daya manusia di Gayo.
Komisi Beasiswa Aceh (KBA) adalah sebuah
komisi khusus yang dibentuk untuk meningkatkan SDM Aceh sehingga dalam
proses rekrutmen calon penerima beasiswa, KBA tidak menerapkan standar
kaku dan ketat seperti yang diterapkan oleh lembaga pemberi beasiswa
lainnya seperti DAAD, Fulbright, Ford Foundation, dan lain-lain. Kalau
lembaga pemberi beasiswa asing tersebut dalam proses rekrutmennya
menerapkan sistim gugur artinya jika nilai TOEFL/IELTS tidak memenuhi
standar minimal maka para calon penerima langsung gugur dan tidak bisa
mengikuti tahap seleksi selanjutnya. Tetapi KBA menerapkan sistim yang
berbeda dimana dalam rekruitmennya para calon penerima beasiswa akan
memperoleh pelatihan bahasa selama 3 bulan, 6 bulan bahkan 1 tahun
tergantung kondisi dan kebutuhannya di lapangan. jika demikian halnya
Mengapa persentase penerima beasiswa asal Gayo sangat rendah? Apa yang
menyebabkan penerima beasiswa KBA asal Gayo sangat rendah?, semua itu
adalah pertanyaan-pertanyaannya yang sampai hari ini belum ada
jawabannya dan tidak tahu siapa yang akan menjawab dan kapan akan
terjawab. Wallahua’lam bissawab.
0 comments:
Post a Comment